// In Between //

11:12 PM





Life is strange these days.

Nggak cuma akhir akhir ini saya makin ngerasa hidup di tengah kontradiksi, tapi juga hidup di antara dua lingkar sosial yang saling tegak lurus.

Lingkungan yang dulu saya masuki begitu konservatif dan idealis. Lingkungan yang membentuk anak-anak di dalamnya untuk 'nggak macam-macam', taat aturan, lurus, namun punya tendensi untuk menghakimi orang lain. Sulit untuk menerima hal baru dan menganggap beberapa hal yang sebenarnya biasa adalah tabu. But the good side is actually setiap orang dicekoki norma dan values yang baik. Solidaritas juga tertanam erat. Setiap orang pasti kenal dengan teman seangkatannya. Saya selalu kangen sama teman-teman di sini. Banyak momen kebersamaan yang saya punya bareng mereka.

Keluar dari lingkungan lama, saya masuk ke 'dunia' baru yang exciting. Meski jaraknya hanya terpaut sepuluh kilometer, lingkungan yang saya masuki begitu berbeda dan berwarna. Setiap orang bebas mengekspresikan keinginan, kepribadian dan keputusannya tanpa khawatir akan pandangan orang lain. Dan actually, orang-orang pun terlalu sibuk untuk merecoki kehidupan orang lain. Di lingkungan baru ini, saya ngerasa lebih 'alive' dan bebas. But there's always two sides in everything. Lingkungan liberalis ini kadang sedikit ekstrem --bagi saya--, dan begitu individualis. Menjalani kehidupan di sini kadang membuat saya merasa rindu kompak dan hangatnya teman-teman dulu.

Di antara.

Masuk ke lingkungan yang baru sedikit membuat saya kelimpungan pada awalnya. Butuh adaptasi yang lama untuk semua ini, namun lama kelamaan mengalir begitu saja. Meskipun tidak mengubah saya menjadi 100% liberalis ala orang-orang di lingkungan ini, at least saya comfortable dengan lajunya. Namun, bagian anehnya adalah ketika saya kembali bersosialisasi dengan teman-teman lama. 3 tahun terpisah dan tercekoki paham dan dunia baru membuat saya dan mereka seakan punya jarak dan prinsip yang berbeda. Dulu saya yang nggak punya pembanding antara lingkungan A dan B nganggep kalo lingkungan A (dulu) adalah lingkungan yang paling baik. It turned out that now i've changed my mind. Saya malah nggak comfortable in certain way ketika kembali bersosialisasi dengan mereka. Kadang ngerasa jengah dan terkekang oleh value mereka yang beda dengan saya yang sekarang. That moment i realized that i already changed, and i'll probably never again be quite the person i was. Di momen itu juga saya paham bahwa people really do change, dan kita juga nggak bisa menaruh ekspektasi pada orang lain untuk selalu jadi orang yang sama. Saya ngerasa saat ini belum sepenuhnya menjiwai hidup dengan gaya hidup di lingkungan baru, tapi udah nggak nyambung dan seprinsip dengan dimensi lingkungan yang lama. Akankah saya jadi berubah jadi pribadi yang 100% mengikuti arus di lingkungan baru? Nggak tahu. Mungkin aja. Nggak menutup kemungkinan juga suatu saat saya akan too comfort dengan lingkungan saat ini, menganggap lingkungan ini paling baik, lalu kemudian berubah menjadi pribadi yang lain lagi karena memasuki dunia yang baru. Oleh karena itu, di posisi ini lah saya baru ngerti maksud sekaligus bisa relate banget sama quotesnya Oliver Wendell Holmes Jr., 

"A mind that is stretched by a new experience can never go back to its old dimension."

Because change is really something we cannot avoid, isn't it?

You Might Also Like

0 comments